Wednesday, November 27, 2019

Review Novel Sunset & Rosie (Tere Liye)



Judul               : Sunset & Rosie (sebelumnya Sunset bersama Rosie)
Penulis            : Tere Liye
Penerbit          : Mahaka Publishing
Halaman         : 426 halaman

---BLURB---

Sebenarnya, apakah itu perasaan? Keinginan? Rasa memiliki? Rasa sakit, gelisah, sesak, tidak bisa tidur, kerinduan, kebencian? Bukankah dengan berlalunya waktu semuanya seperti gelas kosong yang berdebu, begitu-begitu saja, tidak istimewa. Malah lucu serta gemas saat dikenang.
Sebenarnya, apakah pengorbanan memiliki harga dan batasan? Atau priceless, tidak terbeli dengan uang, karena hanya kita lakukan untuk sesuatu yang amat spesial di waktu yang juga spesial? Atau boleh jadi gratis, karena kita lakukan saja, dan selalu menyenangkan untuk dilakukan berkali-kali.
Sebenarnya, apakah itu arti 'kesempatan'? Apakah itu makna 'keputusan'?
Bagaimana mungkin kita terkadang menyesal karena sebuah 'keputusan' atas sepucuk 'kesempatan'? Sebenarnya, siapakah yang selalu pantas kita sayangi?

Dalam hidup ini, ada banyak sekali pertanyaan tentang perasaan yang tidak pernah terjawab. Sayangnya, novel ini juga tidak bisa memberikan jawaban pasti atas pertanyaan-pertanyaan itu. Novel ini ditulis untuk menyediakan pengertian yang berbeda, melalui sebuah kisah di pantai yang elok. Semoga setelah membacanya, kita akan memiliki satu ruang kecil yang baru di hati, mari kita sebut dengan kamar 'pemahaman yang baru'.

***

“Aku harus menyibukkan diri. Membunuh dengan tega setiap kali kerinduan itu muncul. Ya Tuhan, berat sekali melakukannya. Sungguh berat, karena itu berarti aku harus menikam hatiku setiap detik.”

Kata-kata di atas mungkin tak asing bagi penikmat karya Tere Liye. Bagaimana tidak, kalimat itu sering kali diposting oleh penulis pada official akun Facebooknya dan bahkan banyak dipost oleh orang-orang di media sosial masing-masing sebagai quotes kala gundah gulana.

Tapi saya tidak akan membedah isi kata-kata itu. Saya hanya akan menceritakan novel dimana asal muasal kata-kata indah itu tercipta. Sunset bersama Rosie yang belakangan ini setelah sekian kali cetak ulang mengalami perubahan judul menjadi Sunset dan Rosie.

Kisah ini bercerita tentang Tegar, yang tidak berani mengambil kesempatan untuk menyatakan perasaan kepada sahabat kecilnya: Rosie. Mereka sudah bersahabat sejak kecil, tetangga terpaut lima rumah di daerah asal mereka; Gili Trawangan, salah satu anak pulau di gugusan utara pulau Lombok. Hingga pada suatu ketika—dua puluh tahun setelahnya—saat mereka sedang menempuh pendidikan di Kota Bandung, Tegar mengenalkan Rosie pada Nathan. Dan dari sinilah kisah pahit itu dimulai. Kala itu Tegar mengajak Rosie dan Nathan mendaki Gunung Rinjani dengan maksud menyatakan perasaan pada Rosie. Namun kenyataan berkata lain tatkala Nathan lebih dulu mengambil kesempatan—dengan lebih berani menyatakan perasaannya pada Rosie yang baru dikenalnya selama dua bulan terakhir—mendahului Tegar. Dua puluh tahun milik Tegar setara dengan dua bulan milik Nathan.

Setelahnya, Tegar memutuskan pergi, menghilang dari kehidupan Rosie dan Nathan. Pergi bermil-mil jauhnya dari Gili Trawangan, memutuskan untuk melanjutkan hidup di Jakarta. Menghabiskan lima tahun dengan malam-malam sesak, helaan napas panjang. Sampai pada suatu waktu Rosie dan Nathan datang menemui Tegar, membawa serta dua putri kecilnya kala itu, Anggrek dan Sakura. Dua kuntum bunga yang perlahan menjadi obat bagi Tegar untuk berdamai dengan masa lalu, melihat sesuatu dengan pemahaman baru.

Bertahun-tahun setelahnya hubungan baik di antara mereka kembali tercipta. Tegar makin mencintai keluarga itu, terutama keempat anak Rosie dan Nathan; Anggrek, Sakura, Jasmine dan si kecil Lili. Kehidupan berjalan sebagaimana mestinya. Hingga takdir berkata lain. Tragedi Bom Bali menghancurkan seluruh kebahagiaan, merenggut Nathan dari sisi mereka semua, membuat Rosie depresi berkepanjangan hingga harus di rawat di tempat pemulihan.

Namun dari sinilah semua kisah itu bermula. Karena sejatinya novel ini tidak hanya berkisah tentang cinta dan romansa. Lebih dari itu, novel ini berusaha mengajarkan kita untuk menghadapi sesuatu dari sudut pandang berbeda. Belajar dari sifat luar biasa Tegar dalam banyak hal, berjuang mendidik anak-anak, bersabar dan berusaha terlihat luar biasa di setiap keadaan. Belum lagi belajar dari Anggrek, seiring berjalannya waktu memperkenalkannya akan bentuk tanggung jawab dan kebijaksanaan, belajar dari Sakura yang tabah menerima keadaan dan tetap ceria, belajar dari Jasmine yang memiliki hati tulus sempurna, selalu melihat segala sesuatu dari sudut pandang baiknya, dan Lili dengan kepolosannya melihat dunia.

Dari novel ini, kita diajarkan untuk melihat pemahaman baru tentang cinta. Seperti cinta yang diberikan Tegar pada anak-anak, juga cinta yang berusaha ditumbuhkan Tegar pada Sekar. Namun yang paling utama dan ditekankan dalam novel ini adalah agar kita berani untuk membuat kesempatan, tidak hanya menitipkannya pada guratan takdir, mempercayai sepenuhnya akan janji kehidupan, untuk kemudian menyesal berkepanjangan. Serta satu hal yang menjadi point utama adalah seperti yang tertera pada kalimat akhir sinopsis di belakang buku, agar kita memiliki satu ruang kecil di hati yang disebut kamar ‘pemahaman baru’.

***

Novel ini merupakan buku ke sekian milik Tere Liye yang selesai saya baca. Agak telat memang, mengingat novel ini sudah diterbitkan sejak tahun 2011 silam. Namun baru-baru ini saya berkesempatan untuk memegang bukunya, itupun berbekal dari pinjaman adik saya di perpustakaan sekolah.

Secara keseluruhan, saya tetap menyukai karya Tere Liye bagaimana pun bentuknya. Seperti yang ada di kisah ini misalnya, meski point utamanya berkembang berdasarkan kisah romance, namun masih banyak nilai-nilai kehidupan yang bisa kita dapatkan dari halaman demi halaman yang kita baca. Gaya penulisan Tere Liye juga memiliki keunikan tersendiri yang sejak dulu menjadi ciri khasnya, dan tidak berubah hingga sekarang. Bahkan, meski banyak kata-kata berulang yang dituliskan di novel, tidak membuat pembaca bosan untuk menyelesaikannya. Namun ada satu hal yang kurang menurut saya dari novel ini; endingnya terkesan terlalu memaksakan dan jika dibandingkan dengan kehidupan nyata, rasanya seolah tidak real. Yah namanya juga kisah fiksi~

Mungkin itu sedikit yang bisa saya ceritakan. Selebihnya kalian bisa membaca sendiri dan menangkap pemahaman baru yang disampaikan penulis melalui kisah apik ini.

Salam cinta.
Teruslah berbahagia!

0 comments:

Post a Comment